Ada pandangan umum yang berkembang di masyarakat yang
menyebutkan bahwa jumlah keseluruhan ayat Al-Qur’an adalah 6.666 ayat.
Dalam perbincangan di beberapa mailing list di internat, muncul pro dan
kontra terkait angka ini. Beberapa kalangan mencoba bersikap objektif dengan
merujuk riwayat dan beberapa kitab ulumul-Qur’an yang membahas ‘addul
ayi (hitungan ayat), namun beberapa yang lain bersikap emosional dan bahkan
menuduh bahwa jumlah hitungan di atas dihasilkan oleh “ulama palsu”. Bahkan
yang tidak mau “ambil pusing” mengambil jalan pintas dan ‘prematur’, bahwa yang
paling benar adalah 6.236 ayat sesuai dengan jumlah ayat yang dicetak oleh
Saudi Arabia (Mushaf Madinah). Akibatnya, diskusi tentang jumlah ayat dalam 30
juz Al-Qur’an menjadi ajang debat kusir yang tidak jelas arahnya.
Bagaimana sebenarnya duduk persoalan
penghitungan ayat Al-Qur’an dalam prespektif ulumul-Qur’an? Manakah yang
betul?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kiranya dapat dimulai
dari komentar salah seorang pakar ulumul-Qur’an awal, as-Suyuti (w. 911
H/1505 M) dalam karya monumentalnya al-Itqan fi Ulumil-Qur’an mengutip
pendapat Abu Amr ad-Dani (w. 444 H/1052 M), para sarjana Al-Qur’an menyepakati
(ajma’u) bahwa jumlah ayat Al-Qur’an adalah 6000 ayat, para ulama
berbeda pendapat terkait lebihannya.[1] Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnu Katsir.[2] Mengapa demikian? Menurut az-Zarkasyi (w. 794
H/1391 M) karena Nabi Muhammad SAW terkadang berhenti pada akhir ayat karena
waqaf, namun keesokan harinya Nabi tidak lagi berhenti (waqaf) pada
tempat semula, bahkan menyempurnakan bacaannya, sehingga para sahabat yang
mendengarnya menyangka berhentinya Nabi tersebut karena faktor akhir ayat (fasilah).[3]
سبب اختلاف السبب في عدد الآي أن
النبي صلى الله عليه وسلمكان يقف على رؤوس الآي للتوقيف فغذا علم محلها وصل للتمام
فيحسب السامع حينئذ أنها ليست فاصلة
Dalam studi ulumul-Qur’an yang membahas
disiplin ini lebih lanjut didapati beberapa riwayat yang menginformasikan
tentang pembahasan terkait. Kajian yang secara khusus membahas hal ini
setidaknya dapat dibaca dalam kitab al-Bayan fi ‘Addi Ayil Qur’an karya
Abu Amr ad-Dani (w. 444 H/1052 M), Nadzimatuz-Zahr karya as-Syatibi (w.
590 H/1194 M), al-Faraidul Hisan fi ‘Addi Ayil-Qur’an karya Abdul Fatah
Abdul-Gani al-Qadhi (w. 1403 H/1982 M), dan al-Muharrar al-Wajiz fi ‘Addi
Ayil Kitabil-Aziz karya Abdur-Razaq Ali Ibrahim Musa yang terinspirasi dari
karya gurunya Muhammad al-Mutawalli (w. 1313 H/1895 M).
Abdur-Razaq Ali Ibrahim Musa dalam al-Muharrar
al-Wajiz fi ‘Addi Ayil Kitabil-Aziz (h. 47) menginformasikan bahwa para
ulama berbeda pendapat tentang jumlah ayat Al-Qur’an. Menurut pendapat terkuat
kriteria dan jumlah pengelompokan ini terkait erat dengan enam copy naskah
Usmaniyah yang didistribusikan ke beberapa garnisun wilayah Islam waktu itu (al-Amshar).
Oleh karena itu, hitungan Madinah ada dua (Madani Awal dan Akhir), Mekah, Syam,
Kufah, dan Basrah, demikian menurut ad-Dani. Sementara al-Ja’biri menambahkan
satu lokasi lagi, yakni hitungan dari daerah Hims. Dari kronologi ini kemudian
para ulama setelahnya menggenapkannya menjadi 7 riwayat yang memberikan
keterangan tentang jumlah ayat dalam Al-Qur’an.[4]
1. Al-Madani (Madinah), hitungan jumlah ayat dalam
kelompok ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu Madani Awal dan Madani
Akhir.
a. Madani
Awal disandarkan
pada riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur dari Imam Nafi dari riwayat Abu
Ja’far bin Yazid al-Qa’qa’dari Imam Syaibah bin Naskah, seorang anak laki-laki
dari mantan budaknya Ummu Salamah (istri Rasulullah), jumlahnya adalah 6217 ayat;
b. Madani
Akhir disandarkan
pada riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur dari Imam Nafi dari riwayat Ismail
bin Ja’far dari Sulaiman bin Jammaz dari Abu Ja’far dan Syaibah bin Nashah
secara marfu dari keduanya, jumlah ayatnya adalah 6214 ayat;
2. Al-Makki (Mekah) disandarkan pada riwayat Abu Amr
ad-Dani dengan jalur Abdullah bin Katsir al-Makki dari Mujahid bin Jubair dari
Ibnu Abbas dari Ubay bin Ka’ab, 6219 dan 6210 ayat. Jumlah 6210
adalah pendapat Ubay bin Ka’ab sendiri, mayoritas orang-orang Mekah memakai
hitungan 6219, demikian komentar ad-Dani.
3. As-Syami (Syria) disandarkan dari riwayat Abu Amr
ad-Dani dengan jalur Yahya bin Harits ad-Dimari dari al-Akhfasy dari Ibnu
Dzakwan dan al-Halwani dari Hisyam, Ibnu Dzakwan dan Hisyam dari Abu Ayyub bin
Tamim al-Qari dari Abdullah bin Amir al-Yahshibi dari Abu Darda, jumlah ayatnya
adalah 6226 ayat;
4. Al-Kufi (Kufah, Irak) disandarkan dari riwayat Abu Amr
ad-Dani dengan jalur Hamzah bin Hubaib bin Ziyat dari Ibnu Abu Laila dari
Abu Abdirrahman bin Habib as-Sulami dari Ali bin Abi Talib, jumlah ayatnya
adalah 6236 ayat;
5. Al-Bashri (Basrah, Irak) disandarkan dari riwayat Abu Amr
ad-Dani dengan jalur ‘Ashim al-Jahdari dan Atha bin Yasar, jumlah ayatnya
adalah 6204 ayat;
6. Al-Himsyi, menurut al-Mutawalli disandarkan
dari riwayat Syuraikh bin Yazid al-Himsyi al-Hadrami. Sementara menurut Abdul
Ali Mas’ul hitungan ini disandarakan kepada Khalid al-Ma’dan seorang tabi’in
senior dari Syam. Meskipun terjadi perbedaan sumber, keduanya sepakat jumlah
ayatnya adalah 6232 ayat.
Tabel Jumlah Ayat dan Rawinya
Dari beberapa riwayat di atas, yang sampai saat ini
riil banyak dipakai dalam penerbitan Al-Qur’an ada dua. Mazhab al-Kuffiyun yang
diriwayatkan Hamzah bin Hubaib bin Ziyat dari Ibnu Abu Laila dari Abu
Abdirrahman bin Habib as-Sulami dari Ali bin Abi Talib dengan jumlah ayat 6236
ayat dan Madani Awal disandarkan pada riwayat Imam Nafi dari riwayat Abu
Ja’far bin Yazid al-Qa’qa’, 6217 ayat. Bertolak dari keadaan sekarang
yang hanya menyisakan dua mazhab dari tujuh riwayat, menurut ad-Dani pada
masanya (setidaknya dalam kisaran abad ke-5 hijriah) kelima mazhab hitungan
ayat di atas saat itu semuanya berlaku di kawasan bersangkutan.[1]
Dua mazhab ‘addul-ayi yang masih berkembang
dapat dilihat sebagai berikut. Mazhab pertama dipakai oleh mayoritas negara-negara
muslim termasuk Mushaf Madinah terbitan Mujamma’ Malik Fahd dan Mushaf Standar
terbitan Indonesia. Mazhab kedua, setidaknya telah dipakai oleh Mushaf
al-Jamahiriyah dengan riwayat Qalun ‘an Nafi yang diterbitkan oleh Libya.
Selebihnya untuk masa sekarang tampaknya sudah tidak ada yang menerapkannya
lagi, dan hanya terdokumentasi dalam literatur-literatur klasik ulumul-Qur’an,
khususnya yang membahas addul-ayi.
Bagaimana dengan jumlah 6.666 ayat?
Menurut sebuah sumber, angka ini berasal dari keterangan
Syekh Nawawi al-Bantani (w. 1316 H/1897 M) dalam kitabnya Nihayatuz-Zain fi
Irsyadil-Mubtadiin.[2] Menurut al-Bantani, bilangan
ayat Al-Qur’an itu 6666 ayat, yaitu 1000 ayat di dalamnya tentang perintah,
1000 ayat tentang larangan, 1000 ayat tentang janji, 1000 tentang ancaman, 1000
ayat tentang kisah-kisah dan kabar-kabar, 1000 ayat tentang ‘ibrah dan tamsil,
500 ayat tentang halal dan haram, 100 tentang nasikh dan mansukh,
dan 66 ayat tentang du’a, istighfar dan dzikir.[3]
Sumber lain dengan jumlah yang sama tetapi dengan
penjelasan berbeda adalah pandangan az-Zuhaily dalam at-Tafsir al-Munir
fil-‘Aqidah wasy-Syari’ah wal-Manhaj,(2003, jilid 1/45), “membenarkan”
jumlah ayat Al-Qur’an dalam (tariqah) hitungan al-Kufiyyun adalah 6236
ayat, namun demikian ia juga menyebutkan menurut (tariqah) hitungan yang
lain berjumlah 6.666 ayat. Perhitungan ini sepertinya didasarkan pada kalkulasi
pertimbangan isi keseluruhan ayat dalam Al-Qur’an. Dalam pandangan ini,
ayat-ayat Al-Qur’an dapat diklasifikasi dan dijumlahkan sebagai berikut; al-amr
(perintah) 1000 ayat, an-nahy (larangan) 1000 ayat, al-wa’d
(janji) 1000 ayat, al-wa’id (ancaman) 1000 ayat, al-qasas wal-akhbar
(kisah-kisah dan informasi) 1000 ayat, al-ibr wal-amtsal (pelajaran dan
perumpamaan) 1000 ayat, al-haram wal halal (halal dan haram) 500 ayat, ad-du’a
(doa) 100 ayat, dan an-nasikh wal-mansukh 66 ayat.[4]
Dari beberapa informasi dan telaahan di atas, dapat
disimpulkan sementara terkait jumlah bilangan ayat dalam Al-Qur’an. Pertama,
jumlah 6.666 adalah jumlah hitungan ayat Al-Qur’an berdasarkan kandungan isi
ayat dari sebagian ulama, bukan hitungan dalam pengertian menghitung satu per
satu ayat dalam perspektif ilmu addul-ayi. Kedua, jumlah 6.236
bukanlah jumlah satu-satunya ayat Al-Qur’an yang “paling benar”, namun hal itu
adalah pilihan riwayat.
Sebab jumlah hitungan ini sangat terkait erat dengan
periwayatan dan qira’ah. Seperti yang terjadi di Mushaf al-Jamahiriyah Libya
yang lebih memilih menggunakan qira’ah Qalun dari Imam Nafi dengan hitungan
ayat Madani awal (6217 ayat).
Dengan demikian, terkait kepastian jumlah ayat-ayat
dalam Al-Qur’an tidak ada yang “paling benar” dan “paling salah”. Selama hal
itu argumentatif dan didasarkan pada periwayatan dan pilihan yang bertanggung
jawab, semua dapat dimungkinkan, meskipun tidak dapat disangkal sebuah pendapat
barangkali “lemah” (marjuh) secara metodologis. Diskusi terkait khilafiyah
jumlah ayat tidak selamanya harus bersepakat dalam kesamaan ataupun saling
mencaci dalam ketidaktahuan! Wallahu a’lam.
Rujukan :
[2] Ibnu Katsir, Tafsir
al-Qur’an al-Azim, Bairut: Darul-Fikr, 1997, cet. Ke-1, h. 14.
[3] Az-Zarkasyi, al-Burhan
fi Ulumil-Qur’an, al-Qahirah: Darul-Hadis, 2006, h. 176. Fasilah
adalah akhir ayat, sama halnya qafiyah dalam sajak.
[4] Abdur-Razaq Ali Ibrahim
Musa, al-Muharrar al-Wajiz fi ‘Addi Ayil Kitabil-Aziz, Riyad: Maktabah
al-Ma’arif, 1988, h. 47-48.
[5] Ad-Dani
tahqiq Ganim al-Hamd, al-Bayan fi ‘Addi Ayil-Qur’an, Kuwait: Markaz
al-Maktutat al-Wtsaa’iq , 1994, h. 80
[6] http://kampoengsantri.wordpress.com/2012/08/10/berapakah-jumlah-ayat-dalam-al-quran-3/
di unduh tanggal 14 januari 2013.
[7] Abu
Abdul Mu’ti Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi al-Jawi, Nihayatuz-Zain fi
Irsyadil Mutbadi’in, Jakarta: al-Haramain, 2005, cet. ke-1, h. 34.
[8]
Az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir fil-‘Aqidah was-Syari’ah wal-Manhaj. Bairut:
Darul-Fikr, 2003, jilid 1, h. 45.
Sumber Tulisan : dari SINI
Sumber Gambar : Dari SINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar