Rabu, 22 Maret 2017

Pluralisme Dalam Al Baqarah ayat 62

Pekan lalu dunia pemikiran Islam kembali dihebohkan oleh pernyataan seorang Profesor yang sudah sangat terkenal di negeri ini, sang Profesor mengatakan bahwa semua agama benar dan semua manusia akan masuk surga. Pernyataan beliau ini disandarkan pada Surat Al Baqarah ayat 62. Benarkah Albaqarah ayat 62 mengakui adanya pluralisme sebagaimana dikemukakan sang Profesor ?
Baiklah, pada kesempatan ini saya akan menuliskan ulang jawaban seorang kiyai muda dari Bogor, yang membahas dengan jelas dan terperinci terhadap pernyataan sang Profesor.
= = = = = = = = = = = = = =

"Benarkah al-Qur'an Mengakui Paham Pluralisme (Meyakini Kebenaran semua Agama)?"
Seperti Tafsiran Profesor anu.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(Qs 2:62)
Cara untuk memahami sebuah ayat dalam al-Qur'an biasa dilakukan oleh para ulama dengan menggunakan ilmu ulumul Qur'an atau ulmuttafsir. Diantara nya bisa dengan cara melihata asbabun nuzul suatu ayat, ilmu munasabatul ayat, ilmu nahwu, shorof, balaghoh maani dan juga bayan, ilmu ushul fiqih dan lain sbginya. Sehingga seseorang tidak salah dalam memahami al-Qur'an. Dalam kesempatan ini saya hanya ingin melihat ayat diatas dri beberapa aspek saja dri ilmu al-Qur'an.
Pertama, orang yang beriman yaitu orang –orang yang membenarkan kepada syariat yang dibawa oleh RasulNya serta beriman kepada allah dan hari akhir.

Kedua, orang Yahudi yakni; mereka beriman dan berpegang teguh kepada kitab Taurat serta sunnah Nabi Musa ‘alaihis salam dan tidak mau tunduk kepada Nabi Isa ‘alaihis salam. Maka, mereka adalah kaum yang rusak.
Ketiga, orang Nashrani yaitu, mereka beriman dan berpegang teguh kepada kitab injil serta serta mengikuti syariat Nabi Isa ‘alaihis salam tetapi setelah kedatangan Nabi Muhammad shollaullahu alaihi wasallam. Namun, mereka tidak mau beriman padanya. Golongan ini juga rusak.
Keempat, orang Shobiin yaitu mereka kaum penyembah Malaikat, memegang kepada kitab Zabur dan mereka mempunyai aturan (agama) yang tetap untuk diikutinya, dan sebagian ulama’berkata mereka adalah orang-orang yang tidak sampai da’wahnya Nabi (Ibnu Katsir Juz.I halaman 105; Ath-Thabari Juz I halaman 361).
Karenanya, untuk menetapkan hukum kepada masing-masing golongan itu –Yahudi, Nashrani dan Shobiin– dan disebut orang beriman, mereka harus mengaku iman kepada Allah dan hari akhir hal ini bisa dilihat dari kata iman yg menggunakan fiil madhi (kata kerja lampau) من أمن (Siapa saja yang telah beriman) Oleh sebab itu, mereka wajib tunduk dan patuh serta mengikuti Nabi Muhammad shollaullahu alaihi wasallam.
Tinjauan Bahasa
Al-Qur’an adalah merupakan sebuah kitab suci yang sangat istimewa. Salah satu keistimewaannya adalah, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah melalui kajian bahasa melalui ilmu balaghah.
Huruf “INNA” dalam surat Al-Baqarah ayat 62 di atas adalah berfungsi menashobkan isim dan merafa’kan khobar. Namun huruf di depannya tidak langsung nashob harakatnya. Melainkan terdiri dari isim mausul dan shilahnya begitu juga khobarnya “INNA” tidak langsung rafa’ i’rabnya.
Karena terdiri dari jumlah mubtada dan khobar atau musnad ilaih dan musnad dalam ilmu balaghah. Yang mana mubtada’nya terdiri dari fi’il syarat dan khobarnya tersusun dari jumlah ismiyah dengan jar majrur muqoddam sebagai jawabnya syarat. Sebagaimana diketahui, dalam bahasa Arab setiap kalimah itu mempunyai kedudukan i’rab sendiri, sehingga kedudukan isim maushul dan shilahnya itu mahal nashob (menempati) sebagai isim “INNA”.
Sedang khobar “INNA” berupa jumlah mubtada’ dan khobar yang terdiri syarat dan jawab. Ayat diatas sangat indah gaya bahasanya, agar mukhotob benar-benar tertegun sewaktu ayat-ayat Al-Quran dibacakan oleh Muhammad, sehingga sebagian dari mereka langsung percaya bahwa Muhammad benar-benar utusan Allah. Itulah hebatnya bahasa Arab.
Tidak hanya manusia yang tertegun bahkan jin pun penuh keheranan sewaktu Al-Quran dibacakan (lihat surat jin ayat 1).
Musnad ilaih atau isim “INNA” harus ma’rifat sedang jumlah isim ma’rifat itu ada 7 (Tujuh) yakni; masuknya al, isim, dhomir, ‘alam, isyaroh, istifham, mudhof, dan isim maushul.
Dari masing-masing isim ini mempunyai nuktah (faidah) sendiri-sendiri. Adapun ma’rifatnya ayat diatas berupa isim maushul, hal ini menunjukkan suatu ketetapan yang tidak bisa lagi diragukan maknanya, karena bersambungnya antara kalimat yang satu dengan yang lainnya.
Sedangkan khobar “INNA” yang terdiri dari jumlah mubtada’ dan khobar. Mubtada’nya “fi’il syarat” yaitu “man amana” dan khobarnya jumlah dari “fa lahum aj ruhum”, sebagai jawab syarat kalimat tersebut juga terdiri dari mubtada dan khobar.
Itulah hebatnya bahasa Arab disbanding bahasa lain, sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 103 yang artinya: “Dan bahwa Al-Qur’an ini adalah bahasa arab yang jelas”
Karenanya, huruf “FA’ ” dalam ayat itu merupakan jawaban “fi’il syarat”. Perlu diingat jawab ada kalanya memakai huruf “FA’ atau WAWU, dan atau dari kedua huruf tadi. Huruf “Fa” memperjelas suatu jawaban yang pasti, karena jumlah sesudahnya berupa tarkib mubtada’ dan khobar juga, dengan muqoddamnya khobar “Fa Lahum” memberi faidahnya tersendiri. Menurut perundang-undangan bahasa Arab, disusunnya dari beberapa jumlah baik musnad ilaih dan maupun musnadnya ini mempunyai rahasia atau faidah tersendiri.
Menurut kitab, ‘Balaghoh Uquduljuman, bab ahwalul musnad halaman 31, ada beberapa rahasia mubtada’ (musnad ilaih) dari isim maushul; Pertama, merupakan ketetapan sebuah hukum. Kedua, untuk pengagungan. Ketiga, supaya mukhotob mengerti dengan jelas. Keempat, tidak baik jika disebutkan namanya secara langsung. Kelima, untuk mengingatkan mukhotob dari kesalahan. (Balaghoh Uquduljuman, bab ahwalul musnad ilaih halaman 16).
Jadi sebenarnya, makna ayat Al-Qur’an itu sudah jelas gamblang. Bahwa, diperintahkan setelah datangnya Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam semua orang wajib mengikutinya dan menerima ajarannya. Karenanya, ayat di atas menjadi satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, sebab jika dipisahkan akan menimbulkan perbedaan makna yang jauh sekali dari makna yang dimaksud.
Maka dari itu tafsiran Prof. Syafii Maarif dan kaum pluralis lainnya bahwa ayat 62 Al-Baqoroh tadi sebagai dalil tentang semua agama benar adalah tidak berhujjah sama sekali dan mereka sengaja untuk mengkaburkan makna ayat dengan tujuan agar ummat Islam mau membenarkan agama-agama selain Islam.
Kaum pluralis, mereka lupa atau memang tidak tau bahwa kalam itu ada washol dan fashol dalam ayat ini adalah kalam washol buktinya kalimat berikutnya disambung dengan huruf athof “WAWU” yang maknanya masih berhubungan dengan kalimat yang di depan. Jadi tidak bisa dipisah begitu saja maknanya (Balaghoh uquduljuman bab washol dan fashol halaman 58).
Alasan bahwa semua agama sama-sama memerintah suatu kebaikan atau semua agama adalah benar adalah sema-mata menuruti hawa nafsunya saja, alias tidak berdasar sama sekali.
Imam As-Sa'ddi mengatakan bahwa firman- Allah yang mengatakan:
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabi-in, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta beramal saleh.... (Al-Baqarah: 62) diturunkan berkenaan dengan teman-teman Salman Al-Farisi. Ketika ia sedang berbincang-bincang dengan Nabi Saw., lalu ia menyebutkan perihal teman-teman yang seagamanya di masa lalu, ia menceritakan kepada Nabi berita tentang mereka. Untuk itu ia mengatakan, "Mereka salat, puasa, dan beriman kepadamu serta bersaksi bahwa kelak engkau akan diutus sebagai seorang nabi." Setelah Salman selesai bicaranya yang mengandung pujian kepada mereka, maka Nabi Saw. bersabda kepadanya, "Hai Salman, mereka termasuk ahli neraka." Maka hal ini terasa amat berat bagi Salman. Lalu Allah menurunkan ayat ini.
Iman orang-orang Yahudi itu ialah barang siapa yang berpegang kepada kitab Taurat dan sunnah Nabi Musa a.s., maka imannya diterima hingga Nabi Isa a.s. datang. Apabila Nabi Isa telah datang, sedangkan orang yang tadinya berpegang kepada kitab Taurat dan sunnah Nabi Musa a.s. tidak meninggalkannya dan tidak mau mengikut kepada syariat Nabi Isa, maka ia termasuk orang yang binasa.
Iman orang-orang Nasrani ialah barang siapa yang berpegang kepada kitab Injil dari kalangan mereka dan syariat-syariat Nabi Isa, maka dia termasuk orang yang mukmin lagi diterima imannya hingga Nabi Muhammad Saw. datang. Barang siapa dari kalangan mereka yang tidak mau mengikut kepada Nabi Muhammad Saw. dan tidak mau meninggalkan sunnah Nabi Isa serta ajaran Injilnya sesudah Nabi Muhammad Saw. datang, maka dia termasuk orang yang binasa. (Tafsir ibnu Katsir).
Mhn koreksian jika ada yg salah..
Semoga bermanfaat..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar