Pekan lalu dunia pemikiran Islam kembali dihebohkan oleh pernyataan seorang Profesor yang sudah sangat terkenal di negeri ini, sang Profesor mengatakan bahwa semua agama benar dan semua manusia akan masuk surga. Pernyataan beliau ini disandarkan pada Surat Al Baqarah ayat 62. Benarkah Albaqarah ayat 62 mengakui adanya pluralisme sebagaimana dikemukakan sang Profesor ?
Baiklah, pada kesempatan ini saya akan menuliskan ulang jawaban seorang kiyai muda dari Bogor, yang membahas dengan jelas dan terperinci terhadap pernyataan sang Profesor.
= = = = = = = = = = = = = =
"Benarkah al-Qur'an Mengakui Paham Pluralisme (Meyakini Kebenaran semua
Agama)?"
Seperti Tafsiran Profesor anu.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا
وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ
وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan
orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada
Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan
mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.(Qs 2:62)
Cara untuk memahami sebuah ayat dalam al-Qur'an biasa dilakukan oleh para
ulama dengan menggunakan ilmu ulumul Qur'an atau ulmuttafsir. Diantara nya bisa
dengan cara melihata asbabun nuzul suatu ayat, ilmu munasabatul ayat, ilmu
nahwu, shorof, balaghoh maani dan juga bayan, ilmu ushul fiqih dan lain
sbginya. Sehingga seseorang tidak salah dalam memahami al-Qur'an. Dalam
kesempatan ini saya hanya ingin melihat ayat diatas dri beberapa aspek saja dri
ilmu al-Qur'an.
Pertama, orang yang beriman yaitu orang –orang yang membenarkan kepada
syariat yang dibawa oleh RasulNya serta beriman kepada allah dan hari akhir.
Kedua, orang Yahudi yakni; mereka beriman dan berpegang teguh kepada kitab
Taurat serta sunnah Nabi Musa ‘alaihis salam dan tidak mau tunduk kepada Nabi
Isa ‘alaihis salam. Maka, mereka adalah kaum yang rusak.
Ketiga, orang Nashrani yaitu, mereka beriman dan berpegang teguh kepada
kitab injil serta serta mengikuti syariat Nabi Isa ‘alaihis salam tetapi
setelah kedatangan Nabi Muhammad shollaullahu alaihi wasallam. Namun, mereka
tidak mau beriman padanya. Golongan ini juga rusak.
Keempat, orang Shobiin yaitu mereka kaum penyembah Malaikat, memegang kepada
kitab Zabur dan mereka mempunyai aturan (agama) yang tetap untuk diikutinya,
dan sebagian ulama’berkata mereka adalah orang-orang yang tidak sampai
da’wahnya Nabi (Ibnu Katsir Juz.I halaman 105; Ath-Thabari Juz I halaman 361).
Karenanya, untuk menetapkan hukum kepada masing-masing golongan itu –Yahudi,
Nashrani dan Shobiin– dan disebut orang beriman, mereka harus mengaku iman
kepada Allah dan hari akhir hal ini bisa dilihat dari kata iman yg menggunakan
fiil madhi (kata kerja lampau) من أمن
(Siapa saja yang telah beriman) Oleh sebab itu, mereka wajib tunduk dan patuh
serta mengikuti Nabi Muhammad shollaullahu alaihi wasallam.
Tinjauan Bahasa
Al-Qur’an adalah merupakan sebuah kitab suci yang sangat istimewa. Salah
satu keistimewaannya adalah, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah melalui
kajian bahasa melalui ilmu balaghah.
Huruf “INNA” dalam surat Al-Baqarah ayat 62 di atas adalah berfungsi
menashobkan isim dan merafa’kan khobar. Namun huruf di depannya tidak langsung
nashob harakatnya. Melainkan terdiri dari isim mausul dan shilahnya begitu juga
khobarnya “INNA” tidak langsung rafa’ i’rabnya.
Karena terdiri dari jumlah mubtada dan khobar atau musnad ilaih dan musnad
dalam ilmu balaghah. Yang mana mubtada’nya terdiri dari fi’il syarat dan
khobarnya tersusun dari jumlah ismiyah dengan jar majrur muqoddam sebagai
jawabnya syarat. Sebagaimana diketahui, dalam bahasa Arab setiap kalimah itu
mempunyai kedudukan i’rab sendiri, sehingga kedudukan isim maushul dan
shilahnya itu mahal nashob (menempati) sebagai isim “INNA”.
Sedang khobar “INNA” berupa jumlah mubtada’ dan khobar yang terdiri syarat
dan jawab. Ayat diatas sangat indah gaya bahasanya, agar mukhotob benar-benar
tertegun sewaktu ayat-ayat Al-Quran dibacakan oleh Muhammad, sehingga sebagian
dari mereka langsung percaya bahwa Muhammad benar-benar utusan Allah. Itulah
hebatnya bahasa Arab.
Tidak hanya manusia yang tertegun bahkan jin pun penuh keheranan sewaktu
Al-Quran dibacakan (lihat surat jin ayat 1).
Musnad ilaih atau isim “INNA” harus ma’rifat sedang jumlah isim ma’rifat itu
ada 7 (Tujuh) yakni; masuknya al, isim, dhomir, ‘alam, isyaroh, istifham,
mudhof, dan isim maushul.
Dari masing-masing isim ini mempunyai nuktah (faidah) sendiri-sendiri.
Adapun ma’rifatnya ayat diatas berupa isim maushul, hal ini menunjukkan suatu
ketetapan yang tidak bisa lagi diragukan maknanya, karena bersambungnya antara
kalimat yang satu dengan yang lainnya.
Sedangkan khobar “INNA” yang terdiri dari jumlah mubtada’ dan khobar.
Mubtada’nya “fi’il syarat” yaitu “man amana” dan khobarnya jumlah dari “fa
lahum aj ruhum”, sebagai jawab syarat kalimat tersebut juga terdiri dari
mubtada dan khobar.
Itulah hebatnya bahasa Arab disbanding bahasa lain, sebagaimana firman Allah
dalam surat An-Nahl ayat 103 yang artinya: “Dan bahwa Al-Qur’an ini adalah
bahasa arab yang jelas”
Karenanya, huruf “FA’ ” dalam ayat itu merupakan jawaban “fi’il syarat”.
Perlu diingat jawab ada kalanya memakai huruf “FA’ atau WAWU, dan atau dari
kedua huruf tadi. Huruf “Fa” memperjelas suatu jawaban yang pasti, karena
jumlah sesudahnya berupa tarkib mubtada’ dan khobar juga, dengan muqoddamnya
khobar “Fa Lahum” memberi faidahnya tersendiri. Menurut perundang-undangan
bahasa Arab, disusunnya dari beberapa jumlah baik musnad ilaih dan maupun musnadnya
ini mempunyai rahasia atau faidah tersendiri.
Menurut kitab, ‘Balaghoh Uquduljuman, bab ahwalul musnad halaman 31, ada
beberapa rahasia mubtada’ (musnad ilaih) dari isim maushul; Pertama, merupakan
ketetapan sebuah hukum. Kedua, untuk pengagungan. Ketiga, supaya mukhotob
mengerti dengan jelas. Keempat, tidak baik jika disebutkan namanya secara
langsung. Kelima, untuk mengingatkan mukhotob dari kesalahan. (Balaghoh
Uquduljuman, bab ahwalul musnad ilaih halaman 16).
Jadi sebenarnya, makna ayat Al-Qur’an itu sudah jelas gamblang. Bahwa,
diperintahkan setelah datangnya Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam semua
orang wajib mengikutinya dan menerima ajarannya. Karenanya, ayat di atas
menjadi satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan antara yang satu dengan yang
lainnya, sebab jika dipisahkan akan menimbulkan perbedaan makna yang jauh
sekali dari makna yang dimaksud.
Maka dari itu tafsiran Prof. Syafii Maarif dan kaum pluralis lainnya bahwa
ayat 62 Al-Baqoroh tadi sebagai dalil tentang semua agama benar adalah tidak
berhujjah sama sekali dan mereka sengaja untuk mengkaburkan makna ayat dengan
tujuan agar ummat Islam mau membenarkan agama-agama selain Islam.
Kaum pluralis, mereka lupa atau memang tidak tau bahwa kalam itu ada washol
dan fashol dalam ayat ini adalah kalam washol buktinya kalimat berikutnya
disambung dengan huruf athof “WAWU” yang maknanya masih berhubungan dengan
kalimat yang di depan. Jadi tidak bisa dipisah begitu saja maknanya (Balaghoh
uquduljuman bab washol dan fashol halaman 58).
Alasan bahwa semua agama sama-sama memerintah suatu kebaikan atau semua
agama adalah benar adalah sema-mata menuruti hawa nafsunya saja, alias tidak
berdasar sama sekali.
Imam As-Sa'ddi mengatakan bahwa firman- Allah yang mengatakan:
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan
orang-orang Sabi-in, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian serta beramal saleh.... (Al-Baqarah: 62) diturunkan berkenaan
dengan teman-teman Salman Al-Farisi. Ketika ia sedang berbincang-bincang dengan
Nabi Saw., lalu ia menyebutkan perihal teman-teman yang seagamanya di masa
lalu, ia menceritakan kepada Nabi berita tentang mereka. Untuk itu ia
mengatakan, "Mereka salat, puasa, dan beriman kepadamu serta bersaksi
bahwa kelak engkau akan diutus sebagai seorang nabi." Setelah Salman
selesai bicaranya yang mengandung pujian kepada mereka, maka Nabi Saw. bersabda
kepadanya, "Hai Salman, mereka termasuk ahli neraka." Maka hal ini
terasa amat berat bagi Salman. Lalu Allah menurunkan ayat ini.
Iman orang-orang Yahudi itu ialah barang siapa yang berpegang kepada kitab
Taurat dan sunnah Nabi Musa a.s., maka imannya diterima hingga Nabi Isa a.s.
datang. Apabila Nabi Isa telah datang, sedangkan orang yang tadinya berpegang
kepada kitab Taurat dan sunnah Nabi Musa a.s. tidak meninggalkannya dan tidak
mau mengikut kepada syariat Nabi Isa, maka ia termasuk orang yang binasa.
Iman orang-orang Nasrani ialah barang siapa yang berpegang kepada kitab Injil
dari kalangan mereka dan syariat-syariat Nabi Isa, maka dia termasuk orang yang
mukmin lagi diterima imannya hingga Nabi Muhammad Saw. datang. Barang siapa
dari kalangan mereka yang tidak mau mengikut kepada Nabi Muhammad Saw. dan
tidak mau meninggalkan sunnah Nabi Isa serta ajaran Injilnya sesudah Nabi
Muhammad Saw. datang, maka dia termasuk orang yang binasa. (Tafsir ibnu
Katsir).
Mhn koreksian jika ada yg salah..
Semoga bermanfaat..
Sumber : FB KH Syukron Ma'mun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar