FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 56 Tahun 2016
Tentang
HUKUM MENGGUNAKAN ATRIBUT KEAGAMAAN NON-MUSLIM
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 56 Tahun 2016
Tentang
HUKUM MENGGUNAKAN ATRIBUT KEAGAMAAN NON-MUSLIM
MENIMBANG :
a. bahwa di masyarakat terjadi fenomena di mana saat peringatan
hari besar agama non-Islam, sebagian umat Islam atas nama toleransi dan
persahabatan, menggunakan atribut dan/atau simbol keagamaan nonmuslim yang
berdampak pada siar keagamaan mereka;
b. bahwa untuk memeriahkan kegiatan keagamaan non-Islam, ada
sebagian pemilik usaha seperti hotel, super market, departemen store, restoran
dan lain sebagainya, bahkan kantor pemerintahan mengharuskan karyawannya,
termasuk yang muslim untuk menggunakan atribut keagamaan dari non-muslim;
c. bahwa terhadap masalah tersebut, muncul pertanyaan mengenai
hukum menggunakan atribut keagamaan non-muslim;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang
hukum menggunakan atribut keagamaan non-muslim guna dijadikan pedoman.
MENGINGAT : 1. Al-Quran :
a.
Firman Allah SWT yang menjelaskan
larangan meniru perkataan orang-orang kafir, antara lain:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا
وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
katakan (kepada Muhammad): ‘Raa´ina’, tetapi katakanlah: ‘Unzhurna’, dan
‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.” (QS.
Al-Baqarah: 104)
b.
Firman Allah SWT yang melarang
mencampuradukkan yang haq dengan yang bathil, antara lain:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا
الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak
dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu
mengetahui.” (QS. al-Baqarah : 42)
c.
Firman Allah SWT yang menjelaskan
tentang toleransi dan hubungan antar agama, khususnya terkait dengan ibadah,
antara lain:
قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ(1)لَا أَعْبُدُ مَا
تَعْبُدُونَ(2)وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ(3)وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ(4)وَلَا
أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ(5)لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ(6)
“Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, aku
tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang
aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah
agamamu, dan untukkulah, agamaku” (QS. al-Kafirun: 1-6)
d.
Firman Allah SWT yang menjelaskan
larangan mengikuti jalan, petunjuk, dan syi’ar selain Islam, antara lain:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah
jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari
jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.
(QS. Al-An’am: 153)
e.
Firman Allah SWT yang tidak
melarang orang Islam bergaul dan berbuat baik dengan orang kafir yang tidak
memusuhi Islam
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ
عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ
دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kamu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al-Mumtahanah : 8)
f.
Firman Allah SWT yang
mengkhabarkan bahwa orang mukmin tidak bisa saling berkasih sayang dengan orang
yang menentang Allah dan Rasul-Nya, antara lain:
لَا تَجِدُ قَوْمًا
يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ
أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga
mereka. (QS. Al-Mujadilah: 22)
2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ
وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
Dari Ibnu Umar ra, dari Rasulullah Saw beliau
bersabda: Selisihilah kaum musyrikin, biarkanlah jenggot panjang, dan
pendekkanlah kumis” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى َقالَ فمَنْ
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى َقالَ فمَنْ
Dari Abi Sa’id al-Khudri ra dari Nabi Saw:
“Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti tuntunan orang-orang sebelum kalian,
sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampai seandainya mereka
memasuki lubang biawakpun tentu kalian mengikuti mereka juga” Kami berkata:
Wahai Rasulullah, Yahudi dan Nashara? Maka beliau berkata: “Maka siapa
lagi?.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ
حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي
وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ
بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم
Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah Saw bersabda: “Aku
diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga mereka menyembah Allah Ta’ala
semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan telah dijadikan
rizkiku di bawah bayangan tombakku, dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi
siapa yang menyelisihi perkaraku. Dan barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia
termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ
فَهُوَ مِنْهُمْ
Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka.” (HR Abu Dawud)
Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka.” (HR Abu Dawud)
عَنْ عَمْرِو بْنِ
شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ
وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ
وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ
Dari Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya,
sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Bukan dari golongan kami orang yang
menyerupai selain kami, maka janganlah kalian menyerupai Yahudi dan Nasrani,
karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan
kaum Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak tangannya”. (HR.
al-Tirmidzi)
3. Qaidah Sadd al-Dzari’ah, dengan mencegah
sesuatu perbuatan yang lahiriyahnya boleh akan tetapi dilarang karena
dikhawatirkan akan mengakibatkan perbuatan yang haram, yaitu pencampuradukan
antara yang hak dan bathil.4. Qaidah Fidhiyyah:
دَرْأُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Mencegah kemafsadatan lebih didahulukan (diutamakan) daripada menarik kemaslahatan”
MEMPERHATIKAN :
1. Pendapat Imam Khatib al-Syarbini dalam kitab “Mughni
al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Jilid 5 halaman 526, sebagai berikut:
ﻭَﻳُﻌَﺰَّﺭُ
ﻣَﻦْ ﻭَﺍﻓَﻖَ ﺍﻟْﻜُﻔَّﺎﺭَ ﻓِﻲ ﺃَﻋْﻴَﺎﺩِﻫِﻢْ ، ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻤْﺴِﻚُ ﺍﻟْﺤَﻴَّﺔَ
ﻭَﻳَﺪْﺧُﻞُ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ ، ﻭَﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﺬِﻣِّﻲٍّ ﻳَﺎ ﺣَﺎﺝُّ ، ﻭَﻣَﻦْ ﻫَﻨَّﺄَﻩُ
ﺑِﻌِﻴﺪِﻩِ….
“Dihukum ta’zir terhadap
orang-orang yang menyamai dengan kaum kafir dalam hari-hari raya mereka, dan
orang-orang yang mengurung ular dan masuk ke dalam api, dan orang yang berkata
kepada seorang kafir dzimmi ‘Ya Hajj’, dan orang yang mengucapkan selamat
kepadanya (kafir dzimmi) di hari raya (orang kafir)…”.
2.
Pendapat Imam Jalaluddin
al-Syuyuthi dalam Kitab “Haqiqat al-Sunnah wa al-Bid’ah : al-Amru bi
al-Ittiba wa al-Nahyu an al-Ibtida’, halaman 42:
ومن
البدع والمنكرات مشابهة الكفار وموافقتهم في أعيادهم ومواسمهم الملعونة كما يفعله
كثير من جهلة المسلمين من مشاركة النصارى وموافقتهم فيما يفعلونه …والتشبه
بالكافرين حرام وإن لم يقصد ما قصد
Termasuk bid’ah dan kemungkaran adalah sikap menyerupai (tasyabbuh) dengan orang-orang kafir dan menyamai mereka dalam hari-hari raya dan perayaan-perayaan mereka yang dilaknat (oleh Allah). Sebagaimana dilakukan banyak kaum muslimin yang tidak berilmu, yang ikut-ikutan orang-orang Nasrani dan menyamai mereka dalam perkara yang mereka lakukan… Adapun menyerupai orang kafir hukumnya haram sekalipun tidak bermaksud menyerupai”.
Termasuk bid’ah dan kemungkaran adalah sikap menyerupai (tasyabbuh) dengan orang-orang kafir dan menyamai mereka dalam hari-hari raya dan perayaan-perayaan mereka yang dilaknat (oleh Allah). Sebagaimana dilakukan banyak kaum muslimin yang tidak berilmu, yang ikut-ikutan orang-orang Nasrani dan menyamai mereka dalam perkara yang mereka lakukan… Adapun menyerupai orang kafir hukumnya haram sekalipun tidak bermaksud menyerupai”.
3.
Pendapat Ibnu Hajar
al-Haitami dalam Kitab al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah, jilid IV halaman 239 :
ومن
أقبح البدع موافقة المسلمين النصارى في أعيادهم بالتشبه بأكلهم والهدية لهم وقبول
هديتهم فيه وأكثر الناس اعتناء بذلك المصريون وقد قال صلى الله عليه وسلم { من
تشبه بقوم فهو منهم } بل قال ابن الحاج لا يحل لمسلم أن يبيع نصرانيا شيئا من
مصلحة عيده لا لحما ولا أدما ولا ثوبا ولا يعارون شيئا ولو دابة إذ هو معاونة لهم
على كفرهم وعلى ولاة الأمر منع المسلمين من ذلك
Di antara bid’ah yang paling
buruk adalah tindakan kaum muslimin mengikuti kaum Nasrani di hari raya mereka,
dengan menyerupai mereka dalam makanan mereka, memberi hadiah kepada mereka,
dan menerima hadiah dari mereka di hari raya itu. Dan orang yang paling banyak
memberi perhatian pada hal ini adalah orang-orang Mesir, padahal Nabi Saw telah
bersabda: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka”.
Bahkan Ibnul Hajar mengatakan: “Tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada
seorang Nasrani apapun yang termasuk kebutuhan hari rayanya, baik daging, atau
lauk, ataupun baju. Dan mereka tidak boleh dipinjami apapun (untuk kebutuhan
itu), walaupun hanya hewan tunggangan, karena itu adalah tindakan membantu
mereka dalam kekufurannya, dan wajib bagi para penguasa untuk melarang kaum
muslimin dari tindakan tersebut”.
4.
Pendapat Ibnu Katsir dalam Tafsir
Ibnu Katsir Juz I halaman 373 saat menjelaskan makna surah al-Baqarah [2]
ayat 104:
أن
الله تعالى نهى المؤمنين عن مشابهة الكافرين قولا وفعلا . فقال: (يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا
وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ(
Sesungguhnya Allah melarang
orang-orang mukmin untuk menyerupai orang-orang kafir baik dalam ucapan
atau perbuatan, Maka Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa´ina”, tetapi katakanlah: “Unzhurna”, dan
“dengarlah”. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.”
5.
Pendapat Imam Ibnu Taimiyyah
dalam Kitab “Majmu’ al-Fatawa” jilid XXII halaman 95:
أن
المشابهة في الأمور الظاهرة تورث تناسبا وتشابها في الأخلاق والأعمال ولهذا نهينا
عن مشابهة الكفار
Keserupaan dalam perkara
lahiriyah bisa berdampak pada kesamaan dan keserupaan dalam akhlak dan
perbuatan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir.”
6.
Pendapat Imam Ibnu Qoyyim al Jauzi
dalam kitab Ahkam Ahl al-Dzimmah, Jilid 1 hal. 441-442:
وأما
التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم
فيقول عيد مبارك عليك أو تهنأ بهذا العيد ونحوه فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من
المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم إثما عند الله وأشد مقتا
من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه. وكثير ممن لا قدر
للدين عنده يقع في ذلك ولا يدري قبح ما فعل فمن هنأ عبدا بمعصية أو بدعة أو كفر
فقد تعرض لمقت الله وسخطه
“Adapun memberi ucapan selamat (tahniah) pada syiar-syiar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan. Misalnya memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari raya ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan “selamat pada hari raya ini” dan yang semacamnya. Maka ini, jika orang yang mengucapkan itu bisa selamat dari kekafiran, maka ini termasuk perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka setara dengan ucapan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan itu lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dimurkai Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut, dan dia tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia layak mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”
“Adapun memberi ucapan selamat (tahniah) pada syiar-syiar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan. Misalnya memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari raya ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan “selamat pada hari raya ini” dan yang semacamnya. Maka ini, jika orang yang mengucapkan itu bisa selamat dari kekafiran, maka ini termasuk perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka setara dengan ucapan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan itu lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dimurkai Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut, dan dia tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia layak mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”
7.
Pendapat al-‘Allamah Mulla
Ali al-Qari, sebagaimana dikutip Abu Thayyib Muhammad Syams al-Haq al-Adzim
Abadi dalam kitab Aun al-Ma’bud, Juz XI/hal 74 dalam menjelaskan hadits tentang
tasyabbuh:
وقال
القارئ: أي من شبه نفسه بالكفار مثلا من اللباس وغيره أو بالفساق أو الفجار أو
بأهل التصوف والصلحاء الأبرار فهو منهم أي في الإثم والخير
Al-Qori berkata: “Maksudnya barangsiapa dirinya menyerupai orang kafir seperti pada pakaiannya atau lainnya atau (menyerupai) dengan orang fasik, pelaku dosa serta orang ahli tashawwuf dan orang saleh dan baik (maka dia termasuk di dalamnya) yakni dalam mendapatkan dosa atau kebaikan.”
Al-Qori berkata: “Maksudnya barangsiapa dirinya menyerupai orang kafir seperti pada pakaiannya atau lainnya atau (menyerupai) dengan orang fasik, pelaku dosa serta orang ahli tashawwuf dan orang saleh dan baik (maka dia termasuk di dalamnya) yakni dalam mendapatkan dosa atau kebaikan.”
8.
Fatwa MUI tentang Perayaan Natal
Bersama pada Tanggal 7 Maret 1981.
9.
Pasal 29 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
10. Presentasi dan makalah Prof. DR. H. Muhammad Amin Summa, MA,
SH., SE tentang Seputar Sya’airillah.
11. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi
Fatwa MUI pada tanggal 14 Desember 2016.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG
HUKUM MENGGUNAKAN ATRIBUT KEAGAMAAN NON-MUSLIM
Pertama
: Ketentuan UmumDalam Fatwa ini yang dimaksud dengan :
Atribut keagamaan adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan/atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual ibadah, maupun tradisi dari agama tertentu.
Kedua : Ketentuan Hukum
1.
Menggunakan atribut keagamaan
non-muslim adalah haram.
2.
Mengajak dan/atau memerintahkan
penggunaan atribut keagamaan non-muslim adalah haram.
Ketiga
: Rekomendasi
1. Umat Islam agar tetap menjaga kerukunan hidup antara umat
beragama dan memelihara harmonis kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara tanpa menodai ajaran agama, serta tidak mencampuradukkan antara
akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.
2. Umat Islam agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan
setiap agama. Salah satu wujud toleransi adalah menghargai kebebasan non-muslim
dalam menjalankan ibadahnya, bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis.
3. Umat Islam agar memilih jenis usaha yang baik dan halal, serta
tidak memproduksi, memberikan, dan/atau memperjualbelikan atribut keagamaan
non-muslim.
4. Pimpinan perusahaan agar menjamin hak umat Islam dalam
menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya, dan
tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non-muslim
kepada karyawan muslim.
5. Pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada umat Islam
sebagai warga negara untuk dapat menjalankan keyakinan dan syari’at agamanya
secara murni dan benar serta menjaga toleransi beragama.
6. Pemerintah wajib mencegah, mengawasi, dan menindak pihak-pihak
yang membuat peraturan (termasuk ikatan/kontrak kerja) dan/atau melakukan
ajakan, pemaksaan, dan tekanan kepada pegawai atau karyawan muslim untuk
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama seperti aturan dan
pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-muslim kepada umat Islam.
Keempat : Penutup
1. Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika
di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Pada tanggal :
14 Rabi’ul Awwal 1438 H
14 Desember 2016 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua
PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA
Sekretaris
DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar