![]() |
ilustrasi : Bimtek Kurikulum 2013, lembang Apil 2017 |
Oleh : IDRIS APANDI *)
Tahun 2017 implementasi kurikulum
2013 (K-13) memasuki tahun ke-4. Di jenjang Sekolah Dasar (SD), pada tahun
2016, K-13 telah dilaksanakan di 37.034 sekolah. Pada Tahun 2017/2018
Kemendikbud menargetkan sekolah yang mengimplementasikan K-13 sebanyak 35% sekolah
sasaran baru atau sebanyak 52.572
sekolah, sehingga diharapkan sebanyak 60% dari seluruh SD telah
menerapkan K-13 (Kemdikbud, 2017).
Direktur Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah Kemdikbud, Hamid Muhammad pada saat menyampaikan sambutan
pada kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Tim Pengembang Kurikulum 2013 Sekolah
Dasar Tingkat Provinsi tanggal 14 Maret 2017 di Hotel Allium Tangerang
mengatakan bahwa ada 3 (tiga) hal penting yang menjadi agenda atau fokus dalam
implementasi K-13, yaitu; (1) penguatan
pendidikan karakter, (2) penguatan literasi, dan (3) pembelajaran abad 21.
PENGUATAN
PENDIDIKAN KARAKTER
Penguatan Pendidikan Karakter
(PPK) tidak lepas dari peogram Nawa Cita yang menjadi visi Presiden Joko
Widodo. Ada 5 (lima) nilai yang menjadi fokus dalam PPK, yaitu (1) nasionalis, (2) integritas, (3) mandiri, (4) gotong
rotong, dan (5) religius. Penjabaran dari nasionalis seperti; cinta
tanah air, semangat kebangsaan, dan menghargai kebhinekaan. Penjabaran dari
nilai integritas seperti; kejujuran, keteladanan, kesantunan, dan cinta pada
kebenaran.
Penjabaran dari nilai mandiri
seperti; kerja keras, disiplin, kreatif, berani, dan pembelajar. penjabaran
dari nilai gotong royong seperti; kerjasama, solidaritas, saling menolong dan
kekeluargaan. Adapun penjabaran dari nilai religius seperti; beriman dan
bertakwa kepada Tuhan YME, bersih, toleransi, dan cinta lingkungan. Orang tua,
guru, masyarakat, dan para pemegang kebijakan tentunya dapat mengembangkan
penjabaran nilai-nilai lainnya sepanjang relevan dengan lima nilai yang menjadi
fokus PPK.
Karena bangsa-bangsa hebat dan
maju di dunia ini pada umumnya berkarakter kuat, seperti pekerja keras,
disiplin, jujur, berintegritas, memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi. Oleh
karena itu, bangsa Indonesia, sebagai salah satu bangsa terbesar di dunia perlu
juga diperkuat karakternya agar dapat menjadi bangsa yang maju, beradab, dan
kompetitif di tengah ketatnya persaingan globalisasi dan Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA), serta dalam rangka mempersiapkan generasi emas tahun 2045.
Pendidikan karakter disamping
mengacu kepada Nawa Cita yang digulirkan presiden Joko Widodo, juga merupakan
amanat dari Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pada pasal 3 disebutkan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Hamid Muhammad menyampaikan bahwa
PPK meliputi pada tiga hal.
Pertama,
penguatan kejujuran dan integritas. Indonesia tidak kekurangan orang pintar,
tetapi kekurangan orang jujur dan berintegritas. Faktanya pada pelaku korupsi
justru banyak berasal dari kalangan berpendidikan tinggi. Pendidikan yang
tinggi tidak selalu identik dengan kejujuran. Keserakahan menjadi faktor utama
terjadinya di kalangan orang pendidikan memiliki jabatan di lembaga-lembaga
pemerintahan. Justru banyak orang yang berpendidikan rendah dan miskin jujur.
Walau mereka kondisinya miskin, tapi hatinya kaya, masih memiliki nurani,
memiliki rasa takut dan malu yang tinggi.
Kedua,
penguatan sikap yang berkaitan dengan kinerja. Bangsa Indonesia dikenal kurang
menghargai waktu dan kurang disiplin. Hal ini dapat kita lihat perilaku warga
masyarakat di jalan raya. Pelaksanaan rapat yang sering terlambat karena
peserta banyak yang terlambat hadir alias jam karet, terlalu banyak membuang
waktu memperdebatkan yang kurang penting sehingga kurang produktif.
Ada pribahasa Inggris yang
mengatakan bahwa waktu adalah uang. Begitu pun dalam ajaran agama Islam diingatkan
tentang kerugian bagi orang yang menyia-nyiakan waktu. Dalil Al Qur’annya
banyak dibaca, tetapi belum benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari. Urusan disiplin justru bangsa Indonesia harus banyak mencontoh
kepada negara Jepang dan Korea selatan yang sangat menghargai waktu dan
produktivitasnya tinggi.
Ketiga,
penguatan nasionalisme dan rasa kebangsaan. Nilai-nilai Pancasila sebagai
ideologi bangsa harus dikuatkan kembali. Hal ini bertujuan agar semangat untuk
mencintai negeri sendiri semakin tumbuh dan kuat di tengah derasnya pengaruh
budaya asing (barat) yang masuk ke Indonesia. Implementasi nilai-nilai religi,
kemanusiaan, persatuan dan kesatuan, musyawarah mufakat, dan keadilan perlu
ditanamkan, dikembangkan, dan dikokohkan kepada seluruh bangsa Indonesia.
Hamid Muhammad juga menegaskan
bahwa karakter merupakan fondasi dalam implementasi K-13 sehingga perlu
benar-benar diinternalisasikan dalam pembelajaran. Dan tentunya guru adalah
sosok kunci yang diharapkan menjadi ujung tombak dalam implementasinya. Selain
itu, perlu diciptakan suasana yang kondusif dalam PPK di sekolah. Hal yang
paling utama adalah adanya keteladanan dari Kepala Sekolah, guru dan tenaga
kependidikan.
PENGUATAN
BUDAYA LITERASI
Selain Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK), pada kurikulum 2013 juga ditekankan tentang penguatan budaya
literasi. Sebagaimana diketahui bahwa minat baca Indonesia masih rendah. Sebuah
survei yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain yang
bekerja sama dengan sejumlah peneliti sosial menempatkan Indonesia di peringkat
60 dari 61 negara terkait minat baca. Survei dilakukan sejak 2003 hingga 2014.
Indonesia hanya unggul dari Bostwana yang puas di posisi 61. Sedangkan Thailand
berada satu tingkat di atas Indonesia, di posisi 59. (Media Indonesia,
30/08/2016).
Data statistik UNESCO pada 2012
juga menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya,
dari 1.000 penduduk, hanya satu warga yang tertarik untuk membaca. Menurut
indeks pembangunan pendidikan UNESCO ini, Indonesia berada di nomor 69 dari 127
negara. Keprihatinan kita makin bertambah jika melihat data UNDP yang
menyebutkan angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen.
Sebagai pembanding, di Malaysia angka melek hurufnya 86,4 persen. (Republika)
Berdasarkan kepada hal tersebut
di atas, sejak tahun 2015 melalui diterbitkannya Permendikbud Nomor 23 tahun
2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti menjadikan Gerakan Literasi jadikan
sebagai salah satu bentuk penumbuhan budi pekerti di sekolah. Salah satu
bentuknya adalah pembiasaan membaca buku non pelajaran selama 15 menit sebelum
kegiatan pembelajaran dimulai. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca
di kalangan siswa.
Budaya literasi juga ditumbuhkan
melalui integrasi dalam pembelajaran, utamanya dalam penerapan pendekatan
saintifik yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar,
dan mengomunikasikan yang dikenal dengan 5M. Skenario pembelajaran juga
diharapkan mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis (critical thinking)
dan penilaian hasil belajar pada level kemampuan berpikir tingkat tinggi (High
Order Thinking Skill/HOTS) siswa dimana arahnya pada menemukan dan
menyelesaikan masalah. Hal tersebut tentunya harus tergambar pada Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru.
Literasi pada jenjang SD harus
diperkuat, karena SD adalah fondasi dalam pendidikan siswa. Literasi merupakan
pintu gerbang untuk menguasai materi pelajaran. Di kelas rendah (I-III)
diajarkan membaca, menulis, dan berhitung (CALISTUNG) yang notabene merupakan
literasi yang paling mendasar.
Literasi secara sederhana
diartikan sebagai keberaksaraan. Dalam perkembangannya, literasi bukan hanya
diidentikkan dengan kemampuan calistung, tetapi juga pada aspek yang lain
seperti kemampuan memilih dan memilah informasi, berkomunikasi, dan
bersosialisasi dalam masyarakat. UNESCO tahun 2003 menyatakan bahwa “Literasi
lebih dari sekedar membaca dan menulis. Literasi juga mencakup bagaimana
seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan
hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya.”
Walau pengertian literasi sudah
berkembang, aktivitas membaca dan menulis merupakan hal yang paling mendasar
dalam literasi. Mengapa demikian? Karena memilih dan memilah informasi tentunya
dilakukan dengan membaca. Dan aktivitas membaca hanya dilakukan jika ada bacaan
yang notabene karya para penulis.
PEMBELAJARAN
ABAD 21
Pada kurikulum 2013 diharapkan
dapat diimplementasikan pembelajaran abad 21. Hal ini untuk menyikapi tuntutan
zaman yang semakin kompetitif. Adapun pembelajaran abad 21 mencerminkan 4 (empat) hal.
Pertama, kemampuan berpikir kritis (critical thinking
skill). Kegiatan pembelajaran dirancang untuk mewujudkan hal
tersebut melalui penerapan pendekatan saintifik (5M), pembelajaran berbasis
masalah, penyelesaian masalah, dan pembelajaran berbasis projek.
Guru jangan risih atau merasa
terganggu ketika ada siswa yang kritis, banyak bertanya, dan sering
mengeluarkan pendapat. Hal tersebut sebagai wujud rasa ingin tahunya yang tinggi.
Hal yang perlu dilakukan guru adalah memberikan kesempatan secara bebas dan
bertanggung bertanggung jawab kepada setiap siswa untuk bertanya dan
mengemukakan pendapat. Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan dan membuat
refleksi bersama-sama. Pertanyaan-pertanyaan pada level HOTS dan jawaban
terbuka pun sebagai bentuk mengakomodasi kemampuan berpikir kritis siswa.
Kedua, kreativitas (creativity). Guru perlu
membuka ruang kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Kembangkan
budaya apresiasi terhadap sekecil apapun peran atau prestasi siswa. Hal ini
bertujuan untuk memotivasi siswa untuk terus meningkatkan prestasinya. Tentu
kita ingat dengan Pak Tino Sidin, yang mengisi acara menggambar atau melukis di
TVRI sekian tahun silam. Beliau selalu berkata “bagus” terhadap apapun kondisi
hasil karya anak-anak didiknya. Hal tersebut perlu dicontoh oleh guru-guru masa
kini agar siswa merasa dihargai.
Peran guru hanya sebagai
fasilitator dan membimbing setiap siswa dalam belajar, karena pada dasarnya
setiap siswa adalah unik. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Howard
Gardner bahwa manusia memiliki kecerdasan majemuk. Ada 8 (delapan) jenis
kecerdasan majemuk, yaitu; (1)
kecerdasan matematika-logika, (2) kecerdasan bahasa, (3) kecerdasan musikal,
(4) kecerdasan kinestetis, (5) kecerdasan visual-spasial, (6) kecerdasan
intrapersonal, (7) kecerdasan interpersonal, dan (8) kecerdasan naturalis.
Ketiga, komunikasi (communication). Abad 21
adalah abad digital. Komunikasi dilakukan melewati batas wilayah negara dengan
menggunakan perangkat teknologi yang semakin canggih. Internet sangat membantu
manusia dalam berkomunikasi. Saat ini begitu banyak media sosial yang digunakan
sebagai sarana untuk berkomunikasi. Melalui smartphone yang dimilikinya, dalam
hitungan detik, manusia dapat dengan mudah terhubung ke seluruh dunia.
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pengertian komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau
berita dari dua orang atau lebih agar pesan yang dimaksud dapat dipahami.
Sedangkan Wikipedia dinyatakan bahwa komunikasi adalah "suatu proses
dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat
menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan
orang lain".
Komunikasi tidak lepas dari
adanya interaksi antara dua pihak. Komunikasi memerlukan seni, harus tahu
dengan siapa berkomunikasi, kapan waktu yang tepat untuk berkomunikasi, dan
bagaimana cara berkomunikasi yang baik. Komunikasi bisa dilakukan baik secara
lisan, tulisan, atau melalui simbol yang dipahami oleh pihak-pihak yang
berkomunikasi.
Komunikasi dilakukan pada
lingkungan yang beragam, mulai di rumah, sekolah, dan masyarakat. Komunikasi
bisa menjadi sarana untuk semakin merekatkan hubungan antar manusia, tetapi
sebaliknya bisa menjadi sumber masalah ketika terjadi miskomunikasi atau
komunikasi kurang berjalan dengan baik. Penguasaan bahasa menjadi sangat
penting dalam berkomunikasi. Komunikasi yang berjalan dengan baik tidak lepas
dari adanya penguasaan bahasa yang baik antara komunikator dan komunikan.
Kegiatan pembelajaran merupakan
sarana yang sangat strategis untuk melatih dan meningkatkan kemampuan
komunikasi siswa, baik komunikasi antara siswa dengan guru, maupun komunikasi
antarsesama siswa. Ketika siswa merespon penjelasan guru, bertanya, menjawab
pertanyaan, atau menyampaikan pendapat, hal tersebut adalah merupakan sebuah
komunikasi.
Keempat, kolaborasi (collaboration).
Pembelajaran secara berkelompok, kooperatif melatih siswa untuk berkolaborasi
dan bekerjasama. Hal ini juga untuk menanamkan kemampuan bersosialisasi dan
mengendalikan ego serta emosi. Dengan demikian, melalui kolaborasi akan
tercipta kebersamaan, rasa memiliki, tanggung jawab, dan kepedulian antar
anggota.
Sukses bukan hanya dimaknai
sebagai sukses individu, tetapi juga sukses bersama, karena pada dasarnya
manusia disamping sebagai seorang individu, juga makhluk sosial. Saat ini
banyak orang yang cerdas secara intelektual, tetapi kurang mampu bekerja dalam
tim, kurang mampu mengendalikan emosi, dan memiliki ego yang tinggi. Hal ini
tentunya akan menghambat jalan menuju kesuksesannya, karena menurut hasil
penelitian Harvard University, kesuksesan seseorang ditentukan oleh 20% hard
skill dan 80% soft skiil. Kolaborasi merupakan gambaran seseorang yang memiliki
soft skill yang matang.
Semoga implementasi kurikulum
2013 mencapai tujuan yang diharapkan dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan nasional, dan melahirkan generasi bangsa yang memiliki kompetensi
dari sisi pengetahuan, sikap, dan keterampilan, serta mampu menjawab tantangan
zaman yang semakin kompleks dan dinamis.
*)Penulis, Widyaiswara Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar