Daulah Umayyah di Damaskus (661-750M)
Daulah
Umayyah berdiri pada tahun 40 – 132 H / 661 – 750 M selama 90 tahun. Pendiri
Daulah Umayyah bernama Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah. Daulah
Umayyah menjadikan kota Damaskus sebagai pusat pemerintahannya. Saat ini
Damaskus menjadi ibukota negara Suriah. Sebagai pendiri Daulah Umayyah,
Muawiyah bin Abi Sufyan sekaligus menjadi Khalifah pertama kekhalifahan
tersbut. Adapun secara lengkap para khalifah Bani Umayyah sebagai berikut:
- Muawiyah bin Abu Sufyan (Muawiyah I), tahun 660 -680 M. (41-61 H )
- Yazid bin Muawiyah (Yazid I), tahun 680-683 M. (61-64 H)
- Muawiyah bin Yazid (Muawiyah II), tahun 683-684 M. (64-65 H)
- Marwan bin Hakam (Marwan I), tahun 684-685 M. (65-66 H)
- Abdul Malik bin Marwan, tahun 685-705 M. (66-86 H)
- Al-Walid bin ‘Abdul Malik (al-Walid I), tahun 705-715 M. (86-97 H)
- Sulaiman bin ‘Abdul Malik, tahun 715-717 M. (97-99 H)
- Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (‘Umar II), tahun 717-720M. (99-102 H)
- Yazid bin ‘Abdul Malik (Yazid II), tahun 720-724 M. (102-106 H)
- Hisyam bin ‘Abdul Malik, tahun 724-743 M. (106-126 H)
- Walid bin Yazid (al-Walid III), tahun 743-744 M. (126-127 H)
- Yazid bin Walid (Yazid III), tahun 744 M. (127 H)
- Ibrahim bin al-Walid, tahun 744 M. (127 H)
- Marwan bin Muhammad (Marwan II al-Himar), tahun 745-750 M. (127- 133 H)
Pada saat
Daulah Umayyah diperintah oleh al-Walid bin Abdul Malik, keadaan negara sangat
makmur, tenteram, dan tertib. Umat Islam merasa nyaman dan hidup bahagia. Pada
masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih 10 tahun itu tercatat suatu
perluasan wilayah dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa,
yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko ditundukkan, Tariq bin
Ziyad, memimpin pasukan Islam menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko
(magrib) dengan benua Eropa, Tariq bin Ziyad mendarat di suatu tempat yang sekarang
dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).
Setelah
tentara Spanyol dapat dikalahkan, Spanyol menjadi daerah perluasan selanjutnya.
Ibu kota Spanyol, Cordoba, dapat dikuasai dengan cepat. Setelah itu kota-kota
lain seperti Sevilla, Elvira dan Toledo juga ditaklukkan.
Di zaman
pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, perluasan wilayah dilakukan ke
Perancis melalui pegunungan Pirenia. Misi tersebut dipimpin oleh Abdurrahman
bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan keberhasilan memperluas wilayahnya ke beberapa
daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah
ini menjadi betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Syria,
Palestina, Afrika Utara, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Uzbekistan, Turkmenistan,
dan Kirgistan di Asia Tengah.
Di samping
perluasan wilayah Islam, Bani Umayyah juga telah banyak berjasa dalam
pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos
dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda-kuda yang lengkap dengan
peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan
bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang qadi
(hakim) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Qadi adalah seorang
spesialis di bidang kehakiman. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang
Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk
itu, Abdul Malik bin Marwan mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan
memakai kata- kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga
berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi dalam pemerintahan
Islam.
Keberhasilan
tersebut dilanjutkan oleh puteranya al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M)
meningkatkan berbagai pembangunan, di antaranya membangun panti- panti untuk
orang cacat dimana pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Ia juga
membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah
lainnya, ia juga membangun pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan
masjid-masjid yang megah.
Khalifah al
Walid bin Abdul Malik adalah putra mahkota Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Ia
menjadi khalifah menggantikan ayahnya Abdul Malik bin Marwan. Ada perbedaan
dalam hal kecakapan di bidang ilmu pengetahuan. Tidak seperti ayahnya yang
pandai menguasai bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan, termasuk kemampuan
bahasa Arab. Al Walid tidak mempunyai keterampilan berbahasa yang cukup baik.
Oleh sebab itu, al Walid dikenal sebagai khalifah dari Dinasti Bani Umayyah
yang kemampuan bahasa Arabnya kurang baik. Padahal, para penguasa dan khalifah
dari Dinasti Bani Umayyah dikenal mempunyai kemampuan bahasa Arab yang cukup
baik.
Meskipun
ayahnya sudah mendatangkan seorang guru pengajar ilmu nahwu, tata bahasa Arab,
tetapi keterampilan bahasa Arab al Walid tidak mengalami perubahan yang
berarti. Melihat kenyataan seperti itu ayahnya berkomentar, ”Cinta aku kepada
putraku, al Walid sudah membahayakan dirinya.” Ungkapan ayahnya itu mengandung
pengertian bahwa sebab cinta dan sayangnya kepada al Walid, ayahnya tidak tega
mengirim al Walid ke Gurun Sahara. Wilayah Sahara atau padang pasir cukup jauh
dan termasuk wilayah pedalaman. Di wilayah ini bahasa Arab masih cukup baik
sebab belum bercampur oleh bahasa-bahasa lain. Akan tetapi, ayah al Walid
agaknya tidak tega membiarkan anaknya tinggal dan menetap di wilayah itu
bersama orang-orang Badui.
Menurut
penilaian, bahwa bahasa Arab suku Badui atau pedalaman Arab masih murni. Bahasa
mereka belum tercemar dengan bahasa suku-suku lain. Kehidupan mereka sebagai
bangsa nomaden (berpindah-pindah tempat) bersama ternak mereka membuat mereka
jarang kontak dan berhubungan dengan suku-suku lain. Berbeda sekali dengan
bahasa Arab orang-orang kota. Bahasa Arab orang-orang kota kebanyakan sudah
tercemar sebab banyak dipengaruhi bahasa dari suku-suku lain.
Namun,
walaupun al Walid tidak terampil dalam bahasa Arab, tetapi ia seorang khalifah
yang mempunyai tekad dan cita-cita yang besar. Ia ingin menyatukan dan
memperluas wilayah yang sudah dirintis para pendahulunya menjadi kerajaan yang
besar dan tangguh.
Berbekal apa
yang sudah dirintis ayahnya, seperti pendirian pabrik-pabrik peralatan perang
serta pembuatan kapal-kapal perang. Al Walid berhasil melaksanakan aksi-aksi
dan penyerangan-penyerangan militer ke bermacam-macam wilayah, termasuk Eropa,
Afrika Utara, Laut Tengah, Jazirah Arab, dan Asia Tengah.
Keberhasilan
Khalifah al Walid bin Abdul Malik dalam mempertahankan dan mengembangkan
wilayah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah juga didukung oleh adanya situasi
keamanan dan stabilitas dalam negeri yang cukup aman. Tambah pula para panglima
perang yang terampil dan andal.
Menurut
catatan, al Hajaj bin Yusuf adalah salah seorang gubernur yang banyak mendukung
keberhasilan al Walid. Hajaj sudah lama mengabdikan dirinya menjadi pengikut
setia Marwan, kakeknya. Demi Dinasti Bani Umayyah, Hajaj mau melaksanakan apa
saja, tidak peduli apakah hal itu bertentangan dengan agama atau tidak. Berkat
kesetiaannya kepada Dinasti Bani Umayyah, maka ia berhasil menjadi orang
kepercayaan Khalifah Marwan. Lebih dari itu, apa yang menjadi harapan Hajaj
selalu dituruti dan dikabulkan.
Kenyataan
membuktikan lain, saat Umar bin Abdul Aziz menjadi gubernur Hijaz (kota Mekah
dan Madinah) dan berhasil membangun kedua kota itu serta dicintai masyarakat
Hijaz, Hajaj menjadi iri. Mengapa? Karena Hajaj juga seorang penguasa, tetapi
dia tidak diperlakukan demikian oleh rakyatnya.
Saat itu,
Hajaj seorang gubernur. Ia menjadi penguasa wilayah Irak, yang kebanyakan
adalah pengikut Ali bin Abi Thalib r.a.. Namun, rakyat Irak tidak suka dengan
Hajaj sebab ia sosok yang kejam dan bengis. Ia adalah orang yang bertanggung
jawab pada pembunuhan yang dilancarkan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib r.a.
Hajaj juga
dikenal oleh banyak kalangan sebagai orang yang suka menjilat dan mau
melaksanakan apa saja, termasuk fitnah dan pembunuhan. Akibat kekejaman Hajaj,
para pemberontak menjadi takut dan menjadikan kondisi negara aman dan stabil.
Inilah yang dikatakan Marwan kepada Abdul Malik dan juga cucunya, al Walid
bahwa Hajaj itu termasuk orang yang berjasa mendukung Dinasti Bani Umayyah.
Ada seorang
panglima perang bani umayyah yang namanya sangat masyhur pada masa Khalifah al
Walid, ia adalah Thariq bin Ziad. Thariq bin Ziad namanya lalu diabadikan
menjadi nama sebuah selat di Laut Tengah, Selat Gibraltar yang maknanya Selat
Jabal Thariq. Nama selat itu hingga kini masih ada.
Panglima
Thariq bin Ziad dikenal tidak saja sebab sangat tangguh dan cakap memimpin
pasukan. Akan tetapi, ia juga dikenal sebagai orang yang pandai berdiplomasi
dan berpidato. Pidatonya dapat mengobarkan semangat pasukannya, sehingga mereka
mempunyai keberanian untuk bertempur hingga titik darah penghabisan.
Selain
kemajuan dalam bidang pemerintahan, ilmu pengetahuan juga tak lupa dikembangkan
pada masa itu. Perkembangan ilmu pengetahuan tersebut meliputi:
- Ilmu agama, seperti: al-Qur’an, Hadis, dan fiqih. Proses pembukuan hadis terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, sejak saat itu hadis mengalami perkembangan pesat.
- Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang kisah, perjalanan hidup, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah al-Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
- Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, saraf, dan lain-lain.
- Bidang ilmu filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, astronomi, ilmu hitung, kimia, dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.
Daulah Umayyah di Andalusia (756 M – 1031 M)
Daulah
Umayyah di Damaskus dan Andalusia Kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus berakhir
pada tahun 750 M, kemudian kekhalifahan pindah ke tangan Bani Abbasiyah. Namun,
Abdurrahman ad-Dakhil yang merupakan salah satu penerus Bani Umayyah dapat
meloloskan diri pada tahun 755 M. Ia dapat lolos dari kejaran pasukan Bani
Abbasiyah dan masuk ke Andalusia (Spanyol). Di Spanyol sebagian besar umat
Islam saat itu masih setia dengan Bani Umayyah. Ia kemudian mendirikan
pemerintahan sendiri dan mengangkat dirinya sebagai amir (pemimpin) dengan
pusat kekuasaan di Cordoba.
Adapun
amir-amir Bani Umayyah atau Daulah Umayyah yang memerintah di Andalusia
(Spanyol) sebagai berikut:
- Abdurrahman ad-Dakhil (Abdurrahman I), tahun 756-788 M.
- Hisyam bin Abdurrahman (Hisyam I), tahun 788-796 M.
- Al-Hakam bin Hisyam (al-Hakam I) , tahun 796-822 M.
- Abdurrahman al-Ausat (Abdurrahman II) , tahun 822-852 M.
- Muhammad bin Abdurrahman (Muhammad I) , tahun 852-886 M.
- Munzir bin Muhammad, tahun 886-888 M.
- Abdullah bin Muhammad, tahun 888-912 M.
- Abdurrahman an-Nasir (Abdurrahman III) , tahun 912-961 M.
- Hakam al-Muntasir (al-Hakam II) , tahun 961-976 M.
- Hisyam II, tahun 976-1009 M.
- Muhammad II, tahun 1009-1010 M.
- Sulaiman, tahun 1013-1016 M.
- Abdurrahman IV, tahun 1016-1018 M.
- Abdurrahman V, tahun 1018-1023 M.
- Muhammad III, tahun 1023-1025 M.
- Hisyam III, tahun 1027-1031 M.
Cordoba
menjadi pusat berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa pemerintahan Daulah
Umayyah di Andalusia (Spanyol). Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan terjadi
pada masa pemerintahan amir yang ke-8 dan ke-9, yakni Abdurrahman an-Nasir dan
Hakam al-Muntasir.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Cordoba ditandai dengan adanya Universitas
Cordoba. Universitas tersebut memiliki perpustakaan dengan koleksi buku
mencapai 400.000 judul. Pada masa kejayaannya, Cordoba memiliki 491 masjid dan
900 pemandian umum. Karena air di kota ini tidak layak minum, pemerintah
kemudian berinisiatif untuk membangun instalasi air minum dari pegunungan
sepanjang 80 km.
Berkembangnya
ilmu pengetahuan di Cordoba menciptakan berbagai inisiatif dan inovasi dalam
rangka membuat kehidupan lebih sejahtera, aman dan nyaman. Didirikannya
masjid-masjid yang megah dan indah menunjukkan bahwa saat itu kesadaran untuk
meningkatkan ketaqwaan dan keimanan juga sangat tinggi.
Daulah
Umayyah di Damaskus dan Andalusia memperlihatkan kemajuan dan kejayaan Islam di
jaman dahulu, sampai saat ini Islam terus berkembang, sebagai seorang muslim,
kita harus meneruskan kemajuan tersebut dengan berusaha terus untuk mengerjakan
hal-hal yang bermanfaat dan sesuai dengan petunjuk agama Islam. Kebesaran yang
sudah diraih oleh Bani Umayyah selama kurang lebih 90 tahun ternyata tidak
mampu menahan kehancurannya akibat kelemahan-kelemahan internal dan semakin
kuatnya tekanan dari fihak luar.
Sumber : Kisah Teladan dan ajaran Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar